JAKARTA - Penolakan pembangunan gedung baru DPR  makin menguat. Fraksi Gerindra dan Hanura menyebutkan kalau yang  dibutuhkan sekarang ini adalah menata ulang gedung yang ada, bukannya  membangun gedung baru. Kalaupun ada kekurangan, maka itu bisa ditambah  baik luas maupun bangunannya. "Kalau berpikir jernih sesuai kebutuhan  anggota dewan sesuai fungsi dan kinerjanya, sesungguhnya yang dibutuhkan  adalah menata ulang gedung yang ada. Tidak harus membangun gedung baru  tersendiri dengan anggaran Rp 1,6 triliun itu. Anggaran ini terlalu  mahal. Sedang kalau hanya menambah kekurangannya, maka dibutuhkan  anggaran sekitar Rp 500 miliar lebih," kata Sekretaris Fraksi Gerindra,  Edy Prabowo dalam Dialektika "Gedung Baru untuk Siapa" di gedung DPR,  Jumat.
Diakui, DPR memang butuh tenaga ahli dari satu orang menjadi 5 orang dan  1 asisten pribadi. Sehingga 560 anggota DPR sekarang akan memiliki  3.360 orang staf ahli dan aissten. 
Dengan demikian sebanyak 3.920 orang di luar karyawan DPR dan cleaning  service ada di satu gedung. "Jadi, kekurangan ruangan perlu menata  ualang dan menambah kekurangannya. Bukan membangun gedung baru yang  mewah," tandas Edi Prabowo.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Fraksi Hanura, Syarifudin Suding.  Menurutnya, gedung yang ada masih layak. Sehingga pembangunan itu kalau  dipaksakan biayanya terlalu mahal di tengah rakyat susah dan sulit  dengan naiknya harga-harga sembako dan tariff dasar listrik sekarang  ini.
Transparan
Karena itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengawasi proses  pembangunan gedung baru itu agar transparan. "Ada yang datang ke Hanura  untuk menerima pembangunan gedung itu. Tapi, saya nyatakan terlalu  berat, maka Hanura menolak," kata Suding. 
Sementara Ketua Fraksi PKS, Mustafa Kamal mengusulkan agar Badan Urusan  Rumah Tangga (BURT) DPR tidak berhungan dengan teknis pembangunan dan  anggaran gedung, yang seharusnya menjadi wewenang sekjend DPR RI.
Faktanya produk-produk BURT sering dibantah oleh pimpinan DPR maupun  pimpinan fraksinya, padahal anggotanya ada di BURT. Misalnya kasus rumah  aspirasi, mesin cuci, laptop, LCD ruangan DPR yang sifatnya sepele.  "Pimpinan DPR pun kerjanya mengkritik BURT. Untuk itu sebaiknya  pembangunan gedung itu diserahkan ke sekjend DPR secara professional,  "tututr Mustafa Kamal.
Sementara itu anggota BURT Arwani menilai jika gedung baru itu merupakan  kebutuhan untuk memperkuat institusi DPR dan proses demokrasi. Lalu gedung DPR baru seperti apa yang diperlukan, tentu yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. ary-yan
 



0 komentar:
Posting Komentar
SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA DAN SAYA AKAN KEMBALI BERKOMENTAR. KOMENTAR INI MENGUNAKAN EMOTION YAHOO, SILAHKAN GUNAKAN KODE EMOTION YAHOO AGAR KOMENTAR ANDA LEBIH HIDUP